Blitar, BeritaTKP.com – Kisah Anthony Fokker, sang perancang pesawat tempur Perang Dunia (PD) I yang lahir di Blitar ternyata penuh kesan. Sang Ibu, Anna Diemont harus menempuh 12 mil untuk melahirkan Anthony di rumah sakit.
Hal itu diceritakan dalam buku biografi ‘Anthony Fokker: The Flying Dutchman Who Shaped American Aviation’. Buku karya MLJ Dierikx ini, diterjemahkan bebas oleh penelusur sejarah Blitar, Prabowo.

“Buku ini memang fiksi ya. Tapi proses menulisnya berdasarkan sejarah yang terekam dalam banyak literatur dan literatur itu bisa diunduh di situs almanak pemerintah Belanda. Yang paling akhir tahun 1974,” tutur Prabowo, Senin (18/4/2022).

Salah satu bagian dari buku tersebut menceritakan tentang perjalanan Anna Diemont menjelang kelahiran anak ke duanya, Anthony Fokker. Menurut buku tersebut, Anna harus menempuh perjalanan menuju rumah sakit selama setengah hari. Begini terjemahannya.
“Angin telah membawa Anna Fokker-Diemont setengah hari untuk mencapai rumah sakit pemerintah di Blitar dengan kereta kuda. Selama berbulan-bulan awan menggantung rendah di sekitar lereng gunung Kelud, di mana dia (Anna) memiliki rumah di perkebunan kopi Njoenjoer dengan suaminya, Herman,” kata Prabowo.

Menurut Prabowo, Anna diceritakan menempuh rute sejauh 12 mil untuk menjangkau rumah sakit untuk warga Eropa yang tinggal di Blitar. Rumah sakit itu memiliki peralatan medis moderen.

‘Dari Wlingi, jalan pos yang besar melengkung kira-kira 12 mil melalui desa, melintasi jembatan, dan melalui sawah dan lahan kering.
Blitar, salah satu kubu penjajah Belanda administrasi di bagian timur Jawa adalah kota yang tenang dengan sekitar 9.000 penduduk.

Kota itu dikenal ringan, iklim yang cocok untuk orang yang sakit dan pemulihan orang sakit. Dokter sipil Belanda tinggal di rumah sakit pemerintah di pinggir kota. Di sini perawatan medis modern dapat diberikan kepada wanita Eropa saat melahirkan. Baiknya, ibu hamil melakukan perjalanan lebih awal, daripada menunggu sinyal pertama persalinan di perkebunan.

Di Njoenjoer, Anna akan bergantung pada bantuan dukun bayi, bidan pribumi. Sebab, bidan hanya sedikit di kabupaten Kediri. Dan Anna, seperti wanita Belanda lainnya, tidak memiliki keyakinan sama sekali (untuk bersalin dengan bidan pribumi). Untuk melahirkan bayi pertamanya, Catharina (dijuluki ‘Toos’), dia melakukan perjalanan ke ibu kota Kabupaten Kediri untuk memastikan layanan Herman van Buuren. Salah satu dokter Eropa di daerah itu, yang mengkhususkan diri dalam masalah persalinan.

Sekarang dia harus memilikinya anak kedua. Untungnya, semuanya berjalan lancar pada Hari Minggu, 6 April 1890. Setelah beberapa hari memulihkan diri di sebuah hotel Blitar, Anna kembali ke rumah untuk Njoenjoer sebagai ibu yang bangga dengan putranya yang masih bayi ‘Tony’ -Anthony Herman Gerard Fokker’.

“Dari buku ini, dapat kita ketahui bahwa Anthony Fokker dilahirkan Minggu, 6 April 1890,” ungkap Prabowo usai menerjemahkan tulisan tersebut.

Literatur tersebut juga menulis bahwa Anthony Fokker tinggal di perkebunan Njoenjoer hanya sampai usia 4 tahun. Pada Mei 1894, keluarga Fokker kembali ke Belanda untuk pendidikan anak-anak mereka. Kemudian, awal Maret 1896, Herman Fokker menjual perkebunan Njoenjoer kepada keluarga Philip Evers dari Den Haag.

“Dari caption di foto-foto buku itu, tahun 1892 tampak keluarga Fokker masih berfoto bersama di bagian depan rumah Njoenjoer. Kemudian, kakak Anthony Fokker, Toss juga memajang foto mereka berdua bersama ibunya tahun 1900. Tahun itu diketahui keluarga Fokker sudah tinggal di Haarlem, Belanda,” pungkas Prabowo.[ndaa/red]